Senin, 01 Desember 2008

Selayang Pandang Gereja Orthodox

Selama milenium (seribu tahun) pertama Kekristenan, gereja terdapat dalam lima wilayah besar yaitu

1. Jerusalem (Israel, Palestina)

2. Aleksandria (Mesir)

3. Antiokhia (Syria)

4. Roma

5. Konstantinopel (Turki, Istambul)

Kelimanya berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci), Katolik (Penuh/Universal) dan Apostolik (Rasuli). Masing-masing pusat ini dipimpin oleh seorang Episkop/Uskup yang bergelar sebagai Patriarkh ( Bapak Pemimpin): Konstantinopel, Antiokhia, dan Yerusalem, atau Paus (dari kata Pappas= Bapak): Roma dan Alexandria. Paus di Roma dinyatakan sebagai yang "utama" diantara para patriarkh lain "yang sejajar" kedudukannya dengan Paus di Roma, yang adalah Patriarkh dari Gereja Barat itu. Sistim pemerintahan Gereja dengan lima pimpinan ini dalam sejarah Gereja Orthodox disebut sebagai "Pentarkhi" ("Lima Pimpinan").

Keluarnya Gereja Barat dari Jaman Kegelapan dan mulai kokohnya kekuatan-kekuatan politik Eropa yang tunduk kepada Sri Paus sejak dinobatkannya Karel Agung menjadi Raja Kerajaan Romawi Suci itu, membuat makin kuatnya kedudukan Sri Paus. Hal ini juga membuat makin yakinnya Gereja Barat bahwa Sri Paus adalah "Yang Utama" bukan hanya dalam hal kehormatan (posisi Gereja Timur) tetapi juga dalam hal kekuasaan hukum (posisi yang berkembang di Gereja Barat) diantara keempat Patriarkh lainnya. Dengan kata lain Gereja Barat mulai meninggalkan sistim "Pentarkhi" Gereja Purba untuk menggantikannya dengan sistim "Monarkhi" yang sedang berkembang itu.

Itulah sebabnya ketika Patriarkh Konstantinopel mulai disebut sebagai "Patriarkh Ekumenis", Sri Paus di Roma bereaksi keras. Karena istilah "Ekumenis" itu artinya "dunia semesta" atau "universal". Kalau reaksi ini diakibatkan oleh pemahaman bahwa tak mungkin ada seorang gembala universal bagi seluruh Gereja: Timur dan Barat, maka berarti Sri Paus mengikuti sistim Pentarkhi, dengan demikian Sri Paus sendiri juga mengakui dirinya bukan gembala untuk seluruh Gereja: Barat dan Timur itu. Namun kalau gelar ini ditolak karena dilandasi oleh pemahaman bahwa tak mungkin ada Patriarkh lain yang mempunyai gelar "universal" kecuali Patriarkh Roma, maka berarti Sri Paus menegaskan sistim "Monarkhi" . Sehingga gelar Patriarkh Konstantinopel sebagai "Ekumenis" itu dianggap tandingan bagi sistim "Monarkhi" tadi.

Namun apapun itu, dengan adanya gelar kehormatan "Ekumenis" bagi Patriarkh Konstantinopel, menunjukkan bahwa Gereja Timur tak pernah menganggap dirinya berada di bawahkekuasaan Paus di Roma, dan bahwa yurisdiksi Paus di Roma itu hanya sebagai Patriarkh Gereja Barat saja.

Demikianlah cara pandang Gereja Barat mengenai kedudukan Sri Paus, suatu cara pandang yang akhirnya mengalami benturan keras dengan cara pandang Gereja Timur yang tetap mempertahankan pandangan yang tak berubah mengenai "Pentarkhi" dari Gereja Purba dalam sistim kepemimpinan Gereja ini.

Pada tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi Patriarkh Konstantinopel, yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma (satu-satunya wilayah patriarkhal Gereja Barat), Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut pandangan Gereja Timur (empat wilayah patriarkhal), Roma lah yang jatuh dalam kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea) dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Perpecahan ini disebut skisma. Sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang sama.

Tidak ada komentar: